BAB I
PENDAHULUAN
Asuransi sebagai salah satu lembaga keuangan yang bergerak dalam
bidang pertanggungan merupakan sebuah institusi modern hasil tentuan dunia
Barat yang lahir bersamaan dengan adanya semangat pencerahan (reinaissance).
Institusi ini bersama dengan lembaga keuangan bank menjadi motor penggerak
ekonomi pada era modern dan berlanjut pada masa sekarang (kini). Dasar yang
menjadi semangat operasional asuransi modern adalah berorientasikan pada sistem
kapitalis yang intinya hanya bermain dalam pengumpulan modal untuk keperluan
pribadi atau golongan tertentu, dan kurang atau tidak mempunyai akar untuk
pengimbangan ekonomi pada tataran yang lebih komprehensif.
Lain halnya dengan asuransi syari'ah. Asuransi dalam literatur
kelslaman lebih banyak bernuansa sosial daripada bernuansa ekonomi atau profit
oriented (keuntungan bisnis). Hal ini dikarenakan oleh aspek tolong- menolong
yang menjadi dasar utama dalam menegakkan praktik asuransi dalam Islam[1].
Maka, tatkala konsep asuransi tersebut dikemas dalam sebuah organisasi perusahaan
yang berorientasi kepada profit, akan berakibat pada penggabungan dua visi yang
berbeda, yaitu visi sosial (social vision) yang menjadi landasan utama
(eminent), dan visi ekonomi (economic vision) yang merupakan landasan periferal[2].
Dunia Timur (dalam hal ini dunia Islam) memandang lembaga keuangan
yang berbasis pada dunia perbankan dan perasuransian adalah sebagai sesuatu
yang baru, yang sebelumnya tidak ditemukan dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dari sini, diperlukan adanya proses purifikasi dan sentuhan nilai-nilai
kelslaman terhadap kedua lembaga keuangan tersebut (perbankan dan
perasuransian). Logika yang mudah dipahami dalam posisi seperti ini adalah
keharusan dalam melakukan proses "Islamisasi"[3]
terhadap segala sesuatu yang berasal dari dunia Barat.
Tinjauan di atas didasarkan pada satu pemikiran dalam Islam
"belum dikenal" adanya praktik perbankan dan perasuransian, dalam
artian sebagai sebuah perusahaan perekonomian modern. Lain halnya dalam
literatur kelslaman ditemukan adanya konsep yang betul-betul menjelaskan secara
mendetail tentang praktik perbankan dan perasuransian dalam Islam. Berarti kita
sudah tidak harus bersusah payah melaksanakan tugas `Islamisasi' yang terkadang
membawa konotasi negatif bahwa ajaran Islam itu belum sempurna, karena harus
mengadopsi temuan yang dihasilkan oleh dunia Barat.
At-Ta'miin (asuransi) pada saat sekarang ini dapat dikatakan telah
menjadi sebuah bentuk keharusan. Karena at-Ta'min dengan berbagai macam
bentuknya telah merambah berbagai segi kehidupan manusia, baik itu disektor
perdagangan, industri, pertanian, maupun disektor-sektor ekonomi dan non
ekonomi yang lain seperti transportasi, tempat tinggal dan jiwa. Balikan dalam
hal-hal tertentu, ketentuan penggunaan at-Ta'miin ini sudah merupakan aturan
baku yang telah ditetapkan melalui undang-undang. Sehingga sangatlah penting
bagi kita untuk mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya at-Ta'miin itu ditinjau
dari sudut pandang syariah.
BAB II
ASURANSI
A.
Pengertian
Asuransi (at-Ta'miin)
1.
Pengertian
Asuransi konvensional
Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda assurantie, yang dalam
hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Dari peristilahan
assurantie kemudian timbul istilah assuradeur bagi penangggung dan geassureerde
bagi tertanggung[4].
Dalam Undang-undang Hukum Dagang pasal 246 disebutkan : Asuransi
dan pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung
mengikat diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena satu kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa yang tak tertentu[5].
Sedangkan menurut UU No.2 th.1992 tentang usaha perasuransian,
asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas
meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan[6].
2.
Pengertian
Asuransi Syariah
Asuransi disebut juga at-ta'min dalam Bahasa Arabnya yang bermakna
perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut, dan penanggung
disebut mu'ammin, sedangkan yang tertanggung disebut mu’amman lahu atau
musta’min[7].
Hal ini seperti yang tersebut dalam QS. Quraisy (106): 4, yaitu "Dialah
Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan." Pengertian at-ta'min adalah
seseorang membayar / menyerahkan uang cicilan agar ia ahli warisnya mendapatkan
sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti
terhadap hartanya yang hilang[8].
Ahli fikih kontemporer, Wahbah az-Zuhaili[9]
mendefinisikan asuransi berdasarkan pembagiannya. ia membagi asuransi dalam dua
bentuk, yaitu at-ta'min at-ta'awuni dan at-ta'min bi qist sabit. At-ta'min
atta'awuni atau asuransi tolong menolong adalah "kesepakatan sejumlah
orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang di
antara mereka mendapat kemudharatan." At-ta'min bi qist sabit atau
asuransi dengan pembagian tetap adalah "akad yang mewajibkan seseorang
membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas beberapa
pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapat kecelakaan,
ia diberi ganti rugi."
Musthafa Ahmad az-Zarqa[10]
memaknai asuransi adalah sebagai salah satu macam atau metode untuk memelihara
manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan
terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya, atau dalam
aktivitas ekonominya. la berpendapat, bahwa sistem asuransi adalah sistem
ta'awun dan tadhamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-
peristiwa atau musibah-musibah oleh sekelompok tertanggung kepada orang yang
tertimpa musibah tersebut. Penggantian tersebut berasal dari premi mereka.
Menurut Muhaimin lqbal,
asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang memenuhi
ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan
operator. Syariah berasal dari ketentuan-ketentuan di dalam al-Qur'an dan
as-Sunnah[11].
Di Indonesia sendiri, asuransi Islam sering dikenal dengan istilah
takaful. Kata takaful berasal dari takafala-yatakafalu yang berarti menjamin
atau saling menaggung[12].
Mohd. Ma'sum Billah memaknakan takaful dengan "mutual guarantee provid by
a group of people living in the same society againts a defined risk or
catastrophe befalling one's life, property or any form of valuable
things". (jaminan bersama yang disediakan oleh sekelompok masyarakat yang
hidup dalam satu lingkungan yang sama terhadap risiko atau bencana yang menimpa
jiwa seseorang, harta benda, atau segala sesuatu yang berharga[13].
Muammad Syakir Sula mengartikan takaful dalam pengertian muamalah
adalah sating memikul risiko diantara sesama orang, sehineea antara satu dengan
yang lainnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya[14].
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam[15],
digunakan istilah at-takaful al-ijtima'i atau solidaritas yang diartikan
sebagai sikap anggota masyarakat Islam yang saling memikirkan, memerhatikan,
dan membantu mengatasi kesulitan anggota masyarakat Islam yang satu merasakan
penderitaan yang lain sebagai penderitaannya sendiri dan keberuntungannya
adalah keberuntungan orang lain. Hal ini sejalan dengan HR. Bukhari Muslim
"Orang-orang yang beriman bagaikan cebuah bangunan, antara satu bagian
dengan bagian lainnya sating menguatkan, sehingga melahirkan suatu kekuatan
yang besar" dan HR. Bukhari Muslim lainnya "Perumpamaan oraneorang
mukmin dalam konteks solidaritas ialah bagaikan satu tubuh manusia, jika salah
satu anggota tubuhnya merasakan kesakitan, maka seluruh anggota tubuhnya yang
lain turut merasakan kesakitan dan berjaga-jaga (agar tidak berjangkit pada
anggota yang lain)".
Dewan Syari’ah Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan fatwa
mcngenai asuransi syariah. Dalam fatwa DSN No. 21 / DSN-MUI / X / 2001 bagian
pertama mengenai Ketentuan Umum angka I disebutkan pengertian asuransi syari'ah
(ta'min, takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong
menolong diantara sejumlah orang / pihak melalui investasi dalam bentuk aset
dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah[16].
B.
Sejarah
Asuransi Syariah
Dalam Islam, praktik asuransi pemah dilakukan pada masa Nabi Yusuf
as. yaitu pada saat ia menafsirkan mimpi dari Raja Firaun. Tafsiran yang ia
sampaikan adalah bahwa Mesir akan mengalami masa 7 tahun panen yang melimpah
dan diikuti dengan masa 7 tahun paceklik. Untuk menghadapi masa kesulitan
(paceklik) itu, Nabi Yusuf as. menyarankan agar menyisihkan sebagian dari hasil
panen pada masa 7 tahun pertama. Saran dari Nabi Yusuf as. ini diikuti oleh
Raja Firaun, sehingga masa paceklik dapat ditangani dengan baik[17].
Pada masyarakat Arab sendiri, terdapat sistem 'aqilah yang sudah
menjadi kebiasaan mereka sejak masa pra Islam. Agilah merupakan cam penutupan
dari keluarga pembunuh terhadap keluarga korban (yang terbunuh). Ketika
terdapat seseorang terbunuh oleh anggota suku lain, maka keluarga pembunuh
harus membayar diyat dalam bentuk uang darah (blood money)[18].
Hadits Nabi Muhammad SAW:
Diriwaratkan oleh Abu Hurairah ra, dia berkata : Berselisih dua
orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar
batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut
bersama janin yang dikandungnya. Maka, ahli waris dari wanita yang meninggal
tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW, maka Rasulullah
SAW. memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan
pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi
kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh
aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhari)[19].
Kata aqilah bermakna asabah[20],
yang menunjukkan hubungan kekerabatan dari pihak orang tua laki-laki pembunuh.
Oleh karena itu, pemikiran dasar tentang aqilah adalah seperti itu, di mana
suku Arab kuno telah menyiapkan pembayaran uang kontribusi untuk kepentingan si
pembunuh sebagai pengganti kerugian untuk ahli waris korban. Kerelaan untuk melakukan
pembayaran uang seperti itu dapat disamakan dengan pembayaran premi pada
praktik asuransi, sementara itu kompensasi pembayaran di bawah aqilah dapat
disamakan dengan penggantian kerugian (indemnity) pada praktik asuransi saat
ini, sebagai satu bentuk perlindungan dalam bidang keuangan bagi ahli waris
dari sebuah kematian yang tidak diharapkan oleh korban.
Praktik aqilah yang dilakukan oleh masyarakat Arab ini sama dengan
praktik asuransi pada saat ini, di mana sekelompok orang membantu untuk
menanggung orang lain yang tertimpa musibah. Dalam hal kaitannya dengan praktik
pertanggungan ini, ada pasal khusus dalam Konstitusi Madinah yang memuat
semangat untuk saling menanggung bersama, yaitu pasal 3 yang isinya sebagai
berikut "Orang Quraisy yang melakukan perpindahan (ke Madinah) melakukan
perdagangan bersama dan akan saling bekerja sama membayar uang darah di antara
mereka[21].
Perkembangan praktik agitalt yang sama dengan praktik asuransi
ternyata tidak hanya diterapkan pada masalah pidana, tetapi juga mulai
diterapkan dalam bidang perniagaan. Sering disebutkan dalam beberapa buku yang
membahas mengenai sejarah asuransi, bahwa asuransi pertama kali dilakukan di
Italia berupa asuransi perjalanan laut pada abad ke-14. Namun, sebenamya
sebelum abad ke-14 asuransi telah dilakukan oleh orang-orang arab sebelum
datangnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, orang- orang arab yang
mahir dalam bidang perdagangan telah melakukan perdagangan ke negara-negara
lain melalui jalur laut. Untuk melindungi barang-barang dagangannya ini mereka
mengasuransikannya dengan tidak menggunakan sistem bunga dan riba. Bahkan, Nabi
Muhammad SAW sendiri telah melakukan asuransi ketika melakukan perdagangan di
Mekkah[22].
Suatu ketika Nabi Muhammad SAW turut dalam perdagangan di Mekkah dan seluruh
armada dagangannya terpecah belah oleh suatu bencana, hilang di padang pasir.
Kemudian, para pengelola usaha yang merupakan anggota dana kontribusi membayar
seluruh dagangan, termasuk harga unta dan kuda yang hilang, kepada para korban
yang selamat dan keluarga korban yang hilang. Nabi Muhammad SAW. yang pada saat
itu berdagang dengan modal dari Khodijah juga telah menyumbangkan dana pada
dana kontribusi tersebut dari keuntungan yang telah diperolehnya.
Di bidang bisnis inilah asuransi semakin berkembang, terutama dalam
hal perlindungan terhadap barang-barang perdagangannya. Namun, perkembangan ini
tidak sejalan dengan kesesuaian praktik asuransi terhadap syariah. Meskipun
demikian, dengan banyaknya kajian terhadap praktik perekonomian dalam perspektif
Hukum Islam, asuransi mulai deselaraskan dengan ketentuan-ketentuan syariah.
Pada paruh kedua abad ke-20 di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika telah
mulai mencoba mempraktikkan asuransi dalam bentuk takaful[23]
yang kemudian berkembang pesat hingga kenegara- negara yang berpenduduk
nonmuslim sekalipun di Eropa dan Amerika.
Asuransi syariah pertama kali didirikan di sudan pada tahun 1979
dengan nama The Islamic Insurance Of Sudan. pendirian ini terus berlanjut dan
saat ini telah berdiri baik di negara-negara timur tengah, negara yang memiliki
banyak penganut islam seperti, Pakistan, Lebanon, Nigeria, maupun negara barat,
seperti: Inggris, pecahan Uni Soviet, dan Australia. Perkembangan paling pesat
asuransi syariah di luar negara timur tengah adalah pada negara Malaysia[24].
Sedangkan pada negara Indonesia Asuransi Takaful baru muncul pada
tahun 1994 seiring dengan diresmikannya PT Asuransi Takaful Keluarga pada tahun
Perkembangan Asuransi Syariah 1994 dan PT Asuransi Takaful Umum pada tahun
1995. Gagasan dan pemikiran didirikannya PT Asuransi Takaful berdasarkan
syariah sebenarnya sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya Takaful dan makin
kuat setelah diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
Akhirnya pada tanggal 25 Agustus 1944 Asuransi Takaful Indonesia
berdiri secara resmi. Pendirian ini dilakukan secara resmi di Puri Agung Room
Hotel Syahid Jakarta. Izin oprasional asuransi ini diperoleh dari Departemen
Keuangan melalui Surat Keputusan Nomor: Kep-385/kmk.017/1994 tertanggal 4 Agustus
1994[25].
Perkembangan asuransi syariah dimasa yang akan datang diharapkan
akan terus berkembang. Seiring dengan membaiknya perkembangan ekonomi dunia,
khususnya di Indonesia meskipun perusahaan asuransi syariah di Indonesia masih
terlalu sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang sebagian
besar beragama muslim, diharapkan di waktu yang akan datang produk-produk
asuransi yang bernilai syariah dapat tumbuh dan berkembang secara baik.
Di Indonesia, peluang 2015 terhadap produk keuangan syariah masih
sangat terbuka lebar. Peluang pasar asuransi jiwa syariah masih sangat diminati
oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Berdasarkan data dari Biro Perasuransian
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, pasar modal untuk asuransi
syariah masih di bawah 3%. Dengan menyediakan produk yang sesuai dengan
kebutuhan nasabah, industri keuangan syariah akan lebih berkembang pesat.
Banyak perusahaan asuransi jiwa syariah yang mencatat pertumbuhan
yang tinggi dengan mendapatkan premi di atas 50% pada kuartal pertama.
Pandangan para ahli terhadap perkembangan asuransi syariah 2012 akan memberikan
sumbangan hingga 30% dan memperkirakan prospek dari pertumbuhan industri
syariah yang cukup tinggi untuk tahun ini. Pada tahun 2014 TW IV aset keuangan
industri asuransi syariah sendiri sudah tumbuh hingga 34,5% (Asosiasi Asuransi
Syariah Indonesia (AASI)).8 Namun, perkembangan dan pertumbuhan industri
keuangan syariah sendiri masih akan didukung oleh berbagai macam faktor seperti
pertumbuhan ekonomi Indonesia dan juga pangsa pasar industri keuangan syariah.
C.
Prinsip
Dasar Asuransi Syari'ah
Dalam hal ini, menurut AM.Hasan Ali prinsip dasar asuransi syari'ah
ada sepuluh macam, yaitu ; tauhid, keadilan, tolong menolong, kerja sama,
amanah, keretaan, kebenaran, larangan riba, larangan judi, dan larangan gharar.
1.
Tauhid
(Unity)
Prinsip tauhid (unity) adalah dasar utama dari setiap bentuk
bangunan yang ada dalam syariah Islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan
manusia hams didasarkan pada nilai-nilai tauhid. Artinya bahwa dalam setiap
gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.
Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya
menciptakan suasana dan kondisi bemuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai
ketuhanan.
Paling tidak dalam setiap melakukan aktivitas berasuransi ada
semacam keyakinan dalam hati bahwa Allah SWT., selalu mengawasi seluruh gerak
langkah kita dan selalu berada bersama kita. Kalau pemahaman semacam ini
terbentuk dalam setiap "pemain" yang terlibat dalam perusahaan
asuransi maka pada tahap awal masalah yang sangat urgensi telah terlalui dan
dapat melangsungkan perjalanan bermuamalah seterusnya.
2.
Keadilan
(justice)
Prinsip kedua dalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai
keadilan (justice) antara pihak-pihak yang terikat dengan akad asuransi.
Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan
kewajiban antara nasabah (anggota) dan perusahaan asuransi.
Pertama, nasabah asuransi harus memposisikan pada kondisi yang mewajibkannya
untuk selalu membayar iuran uang santunan (premi) dalam jumlah tertentu kepada
perusahaan asuransi dan mempunyai hak untuk mendapatkan sejumlah dana santunan
jika terjadi peristiwa kerugian. Kedua, perusahaan asuransi yang berfungsi
sebagai lembaga pengelola dana mempunyai kewajiban membayar klaim (dana
santunan) kepada nasabah[26].
Di sisi lain, keuntungan (profit) yang dihasilkan oleh perusahaan
asuransi dari hasil investasi dana nasabah harus dibagi sesuai dengan akad yang
disepakati antara kedua belah pihak 40:60, maka realita pembagian keuntungan
juga harus mengacu pada ketentuan tersebut.
3.
Tolong-menolong
(ta'awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi
harus didasari dengan semangat tolong-menolong (ta'awun) antara anggota
(nasabah). Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan
motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika
mendapatkan musibah atau kerugian.
Praktik tolong- menolong dalam asuransi adalah unsur utama
pembentukan (DNA-Chromosom[27])
bisnis asuransi. Tanpa adanya unsur ini atau hanya sematamata untuk mengejar
keuntungan bisnis (profit oriented) berarti perusahaan asuransi itu sudah
kehilangan karakter utamanya, dan seharusnya sudah wajib terkena pinatti untuk
dibekukan operasionalnya sebagai perusahaan asuransi.
4.
Kerja
Sama (cooperation)
Prinsip kerja sama (cooperation) merupakan prinsip universal yang
selalu ada dalam literatur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapat
mandat dari Khaliq-nya untuk mewujudkan perdamaian dan kcmakmuran di muka bumi
mcmpunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu
sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial.
Kerja sama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad
yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara
anggota (nasabah) dan perusahaan asuransi. Dalam operasionalnya, akad yang
dipakai dalam bisnis asuransi dapat memakai konsep mudharabah atau musyarakah[28].
Konsep mudharabah dan musyarakah adalah dua buah konscp dasar dalam kajian
ekonomika Islami dan mcmpunyai nilai historis dalam perkembangan keilmuan ini.
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih
yang mengharuskan pemilik modal (dalam hal ini nasabah asuransi) menyerahkan
sejumlah dana (premi) kepada perusahaan asuransi (mudharib) untuk dikelola.
Dana yang terkumpul oleh perusahaan asuransi diinvestasikan agar memperoleh
keuntungan (profit) yang nantinya akan dibagi antara perusahaan dan nasabah
asuransi. Jika akadnya menyebutkan pembagian nisbah keuntungan antara kedua
belah pihak 70:30, yaitu 70% untuk nasabah dan 30% untuk perusahaan, maka
pembagian profit dari investasi yang dilakukan oleh perusahaan juga harus
mengacu pada ketentuan akad tersebut[29].
Sedangkan akad musyarakah dapat terwujud antara nasabah dan
perusahaan asuransi, jika kedua beth pihak bekerja sama dengan sama- sama menyerahkan
modalnya untuk diinvestasikan pada bidang-bidang yang menguntungkan. Keuntungan
(profit) yang diperoleh dari investasi dibagi sesuai dengan porsi nisbah yang
disepakati.
5.
Amanah
(trustworthy'/al-amanah)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam
nilainilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian
laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi
kesempatan yang esar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan.
Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan
nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor
public.
Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri nasaoah asuransi.
Seseorang yang menjadi nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan informasi
yang benar,berkaitan dengan pembayaran dana iuran (premi) dan tidak
memanipulasi kerugian (peril) yang mcnimpa dirinya. Jika seorang nasabah
asuransi tidak memberikan infommsi yang bcnar dan memanipulasi data kerugian
yang menimpa dirinya, bcrarti nasabah tcrsebut telah manyalahi prinsip amanah
dan dapat dituntut secara hukum.
6.
Kerelaan
(al-ridha)
Dalam bisnis asuransi, kerelaan (al-ridha) dapat diterapkan pada
setiap anggota (nasabah) asuransi agar mcmpunyai motivasi dari awal untuk
mcrclakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang
difungsikan sebagai dana sosial (tabarru). Dana sosial (tabarru) memang
betul-betul digunakan untuk tujuan membantu anggota (nasabah) asuransi yang
lain jika mengalami bencana kerugian.
7.
Larangan
riba
Terdapat beberapa jenis riba yang dikenal. Wahbah Zuhaili membagi
riba menjadi empat, yaitu riba qardh, riba jahiliah, ribafadl, dan riba nasi'ah[30].
Razi mengajukan beberapa alasan mengenai pengharaman riba :[31]
a)
Riba
tak lain adalah mengambil harta orang lain tanpa ada nilai imbangan apapun.
Padahal, menurut sabda Nabi SAW., harta seseorang adalah seharam darahnya bagi
orang lain;
b)
Riba
dilarang karena menghalangi manusia untuk terlibat dalam usaha yang aktif.
Orang kaya, jika is mendapat penghasilan dari riba, akan bergantung pada cam
yang gampang ini dan membuang pikiran untuk giat berusaha;
c)
Kontrak
riba adalah media yang digunakan oleh orang kaya yang mengambil kelebihan dari
modal. Perbuatan ini haram dan bertentangan dengan keadilan dan persamaan;
d)
Kontrak
riba memunculkan hubungan yang tegang di antara sesama manusia;
e)
Keharaman
riba dibuktikan dengan ayat al-Qur'an, dan kita tidak perlu mengetahui alasan
pengharamannya. Kita harus membuangnya karena haram, meskipun kita tidak tahu
alasannya.
8.
Larangan
maisir (judi)
Zarqa[32]
mengatakan bahwa adanya unsur gharar menimbulkan al- qumar. Sedangkan al-qumar
sama dengan al-maisir, gambling, dan perjudian. Artinya, ada salah satu pihak
yang untung tetapi ada pula pihak lain yang rugi. Syafi'i Antonio[33]
mengatakan bahwaunsur maisir (judi) artinya adanya salah satu pihak yang untung
namun di pihak lain justru menoalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila
pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa
reversing period, biasanya tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan
menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil raja. Juga
adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, di mana
untung-rugi terjadi sebagai hasil dari ketetapan.
9.
Larangan
gharar (ketidakpastian)
Gharar dalam pengertianbahasa adalah al-khida' (penipuan), yaitu
suatu tindakan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerclaan. Wahbah
al- Zuhaili memberi pcngcrtian tentang gharar sebagai al-khatar danal-taghrir,
yang artinya penampilan yang menimbulkan kcrusakan (harta) atau sesuatu yang
tampaknya menycnangkan tetapi hakikatnya menimbulkan kebencian[34].
Syafi’i Antonio menjelaskan bahwa gharar atau ketidakpastian dalam
asuransi ada dua bentuk :[35]
a)
Bentuk
akad syariah yang melandasi penutupan polis.
b)
Sumber
dana pembayaran klaim dan keabsahan syar'i penerimaan uang klaim itu sendiri.
D.
Tata
Cara dan Operasional Asuransi Syariah
1.
Akad
Hubungan antara perusahaan takaful dan peserta mengikat diri dalam
perjanjian mudharabah dengan hak dan kewajiban sesuai dengan perjanjian.
Berbeda dengan asuransi konvensional hubungan antar peserta asuran si dibangun
dengan semangat sating menanggung (takaful), bukan berdasarkan akad pertukaran
(tadabbuli).
2.
Tata
Cara Pengelolaan atau Investasinya Tidak Botch Bertentangan dengan Syariat
Islam
a.
Gharar
(Ketidakpastian)
Menurut Ibn Qayyim, gharar adalah sesuatu yang tidak bisa diukur
penerimaannya, balk barang itu ada maupun tidak ada[36].
Islam tidak mengabaikan realitas ini dan tidak melarang manusia
menghadapi risiko dan ketidakpastian dalam hidup. Yang tidak diizinkan atau
dilarang adalah bertransaksi atau berjual beli yang mengandung unsur
ketidakpastian atau gharar tersebut. Dalam asuransi konvensional terdapat
gharar karena konscp asuransi adalah mekanisme memindahkan risiko di mana
individu atau organisasi dapat menjual ketidakpastian dengan kepastian[37].
b.
Maysir
(Perjudian)
Mekanisme asuransi konvensional melaltirkan konsep maysir sebagai
akibat dari adanya gharar. Wahbah Zuhaili menyimpulakan bahwa transaksi yang
mengandung unsur gahrar adalah transaksi jual beli yang mengandung risiko bagi
salah seorang yang mengadakan akad sehingga mengakibatkan hilangnya harta.
Faktor inilah yang ada dalam asuransi konvensional yang menyebabkan is
mengandung unsur maysir[38].
c.
Riba
(Bunga Uang)
Salah satu tujuan didirikannnya asuransi syariah adalah dalam
rangka menghindari praktik riba yang ada dalam asuransi konvensional, dimana
dalam menginvestasikan dananya dengan menggunakan mekanisme bunga. Dengan
demikian, asuransi ini sangat sulit untuk menghindari praktik riba. Riba dalam
Islam adalah setiap tambahan yang diperoleh dari setiap transaksi tanpa ada
imbalan atau ganti[39].
Riba juga diartikan sebagai jual beli yang mengandung unsur ribawi
dalam waktu dan/atau jumlah yang tidak sama. Dalam asuransi konvensional,
kontrak pertukaran antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung mengandung
unsur ribawi, yaitu berupa ganti rugi yang melibatkan jumlah dan skala waktu
yang berbeda-beda[40].
E.
Pendekatan
Takaful
Secara prinsipil kajian ekonomi Islam selalu mengedepankan asas
keadilan, tolong-menolong, menghindari kezaliman, pengharaman riba (bunga),
prinsip profit and loss sharing serta penghilangan unsur gharar[41].
Maka dari sini, bisa ditarik garis paralel terhadap prinsip-prinsip yang hams
ada dalam sebuah institusi asuransi syariah. Sebab, asuransi syariah secara
teoritik masih menginduk kepada kajian ekonomi Islam secara umum. Di samping
prinsip dasar di atas yang harus dipenuhi oleh lembaga asuransi syariah,
asuransi syariah juga hams mengembangkan sebuah manajemen asuransi secara
mandiri, terpadu, profesional serta tidak menyalahi aturan dasar yang telah
digariskan dalam syariah Islam.
Di sinilah ulama kontemporer bermain dalam menggali dan menyusun
sebuah kinerja dan manajemen asuransi syariah. Mengutip pernyataan Nejatullah
al-Siddiqi, bahwa asuransi syariah harus membawa unsur tolong- menolong,
seperti apa yang terjadi di awal sejarah asuransi yang menjadikan prinsip
tolongmenolong sebagai unsur utama di dalamnya[42].
Dari sini, asuransi syariah mengemban tugas agar melakukan pembersihan
unsur-unsur yang tidak sesuai dengan syariah terhadap praktik yang dijalankan
oleh asuransi konvensional. Nilai-nilai seperti materialistis, individualistis,
kapitalis, harus dihapuskan, sebagai gantinya dimasukkan semangat keadilan,
kerja sama, dan sating tolongmenolong.
Lebih jauh, Muhammad Ma'shum Billah mengajukan sebuah konsep yang
diberi nama dengan takaful. Sebuali konsep asuransi syariah yang di dalamnya
dilakukan kerja sama dengan para pcscrta takaful (pemegang polls asuransi) alas
prinsip al-mudharabah. Pcrusahaan asuransi syariah bcrtindak sebagai a/-
nuillharib yang mencrima uang pembayaran dari pcscrta takaful untuk
diadministrasikan dan diinvestasikan sesuai dengan ketentuan syariah. Peserta
takaful bertindak sebagai chahib al-mat yang akan mendapat manfaat jasa
perlindungan serta bagi hasil dari keuntungan perusahaan asuransi syariah.
Konsep takaful pada dasamya merupakan usaha kerja sama saling melindungi dan
menolong antara anggota masyarakat dalam menghadapi malapetaka atau bencana[43].
Dalam perusahaan takaful, pengaturan perusahaan dibangun alas empat
fondasi yang disebut siddiq (benar), Amanah (dapat dipercaya), Tabliq
(menyampaikan), dan Fathanah (cerdas)[44].
Manajemen asuransi syariah juga harus menerapkan nilai-nilai yang
Islarni, seperti :
a.
Tauhid
atau kepercayaan kepada Allah,
b.
Kepercayaan
akan akhirat, pahala dan hukuman,
c.
Kemandirian,
d.
Bertanggung
jawab,
e.
Partisipasi,
f.
Keadilan,
g.
Percaya
diri, martabat dan privasi,
h.
Dialog,
i.
Efisiensi
Biaya,
j.
Efisiensi
Waktu,
k.
Peduli
dan sating berbagi,
l.
Mengasihi
manusia, binatang dan lingkungan, dan
m.
Keinginan
untuk belajar[45].
Dengan kesemua nilai-nilai di alas, manajemen takaful memiliki
semua nilai yang diperlukan untuk diadopsi dan diimplementasikan untuk
kesuksesan organisasi takaful tersebut, Insya Allah.
F.
Jenis
dan Produk Asuransi Syariah
Ada tiga jenis asuransi syariah, sebagai berikut :
a.
Takaful
Individu
1.
Produk
Tabungan Produk tabungan terdiri dari beberapa macam, yaitu :
a)
Takaful
Dana Investasi
Program Takaful dana investasi adalah suatu bentuk perlindungan
untuk perorangan yang menginginkan dan merencanakan pengumpulan dana dalam mata
uang rupiah dan US Dolar sebagai dana investasi yang diperuntukkan bagi ahli
warisnya jika ditakdirkan meninggal lebih awal atau sebagai bekal untuk hari
tuanya[46].
b)
Takaful
Dana Haji
Program takaful dana haji adalah suatu bentuk perlindungan untuk
perorangan yang menginginkan dan merencanakan pengumpulan dana dalam mata uang
rupiah maupun US dollar untuk biaya menjalankan ibadah haji[47].
c)
Takaful
Dana Siswa
Program takaful dana siswa adalah suatu bentuk perlindungan bagi
seseorang untuk perorangan yang bermaksud menyediakan dana pendidikan, dalam
mata uang rupiah maupun US dollar untuk putra-putrinya sampai satjana[48].
Program takaful dana jabatan adalah suatu bentuk perlindungan untuk
direksi atau pejabat teras suatu perusahaan yang menginginkan dan merencanakan
pengumpulan dana dalam mata uang rupiah maupun US dollar sebagai dana santunan
bagi ahli warisnya jika ditakdirkan meninggal lebih awal atau sebagai dana
santunan/investasi pada saat sudah tidak bekerja lagi[49].
d)
Takaful
Hasanah
Suatu bentuk perlindungan untuk perorangan yang menginginkan dan
merencanakan pengumpulan dana sebagai modal usaha atau diperuntukkan bagi ahli
warisnya jika ditakdirkan meninggal lebih awal[50].
2.
Produk
Non Tabungan[51]
Produk non tabungan, yaitu :
a)
Takaful
al-Khairat Indivklu
Program ini diperuntukkan bagi perorangan yang bennaksud
menyediakan santunan untuk ahli waris bila peserta mengalami musibah kematian
dalam masa perjanjian.
b)
Takaful
Kecelakaan Diri Individu
Program yang diperuntukkan bagi perorangan yang bermaksud
menyediakan santunan untuk ahli waris bila peserta mengalami musibah kematian
karena kecelakaan dalam masa perjanjian.
c)
Takaful
Kesehatan Individu
Program ini diperuntukkan bagi perorangan yang bermaksud
menyediakan dana santunan rawat inap dan operasi bila peserta sakit dan
kecelakaan dalam masa perjanjian.
b.
Takaful
Group[52]
1.
Takaful
al-Khairat dan Tabungan Haji
Program yang ditujukan bagi karyawan yang ingin menunaikan ibadah
haji dengan pendanaan melalui iuran bersama dan keberangkatannya secara
bergilir.
2.
Takaful
Kecelakaan Siswa
Suatu bentuk perlindungan yang ditujuakan kepada sekolah/Perguruan
Tinggi atau Lembaga Pendidikan Non Formal yang bermaksud menyediakan santunan
kepada siswa/mahasiswa atau pesertanya apabila mengalami musibah karena
kecelakaan yang mengakibatkan cacat tetap total, sebagian ataupun meninggal
dunia.
3.
Takaful
Wisata dan Perjalanan
Program ini ditujukan bagi biro perjalanan dan wisata/travel yang
ingin memberikan perlindungan kepada pesertanya apabila terjadi musibah
kecelakaan yang mengakibatkan cacat total tetap maupun sebagian, meninggal
selama melakukan perjalanan baik dalam maupun luar negeri.
4.
Takaful
Kecelakaan Diri Kumpulan
Suatu bentuk perlindungan yang ditujuakan untuk perusahaan,
organisasi atau perkumpulan yang ingin menyediakan santunan kepada karyawannya.
5.
Takaful
Afajlis Talim
Suatu bentuk perlindungan bagi majlis talim yang ingin menyediakan
santunan untuk ahli waris jama'ah apabila yang bersangkutan meninggal dalam
masa perjanjian.
6.
Takaful
Pembiayaan
Suatu bentuk perlindungan kumpulan, yaitu bcrupa jaminan pelunasan
hutang apabila yang bersangkutan ditakdirkan meninggal dalam masa perjanjian.
c.
Takaful
Umum[53]
1.
Takaful
Kebakaran
Suatu bentuk perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan
akibat terjadinya kebakaran yang disebabkan percikan api, sambaran petir,
ledakan, dan kejatuhan pesawat terbang berikut resiko yang ditimbulkannya dan
juga dapat diperluas dengan tambahan jaminan yang Lebih luas sesuai dengan
kebutuhan.
2.
Takaful
Kendaraan Bermotor
Suatu bentuk perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan atas
kendaraan yang dipertanggungkanakibat terjadinya kecelakaan yang tidak
diinginkan, baik sebagian maupun keseluruhan yang diakibatkan oleh kecelakaan
atau tindak pencurian serta tanggung jawab hukum pihak ketiga.
3.
Takaful
Rekayasa
Suatu bentuk perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan yang
berkaitan dengan pekerjaan pembangunan beserta alat- alat berat, pemasangan
konstruksi baja/mesin, dan akibat beroperasinya mesin produksi serta tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga.
4.
Takaful
Pengangkutan
Suatu bentuk perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan pada
barang-barang, dan pengiriman uang sebagai akibat dari kecelakaan alat
pengangkutan selama dalam perjalanan, baik melalui taut, darat, dan udara.
5.
Takaful
Rangka Kapal
Suatu bentuk perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan pada
rangka kapal dan mesin kapal akibat kecelakaan dan berbagai bahaya lainnya yang
dialami.
6.
Takaful
Aneka
Suatu bentuk perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan yang
diakibatkan oleh resiko-resiko yang tak terduga atau tidak dapat diperhitungkan
pada polis-polis takaful yang telah ada.
BAB III
Kesimpulan
Agar asuransi takaful yang berlandaskan syariah lslamiah dapat
berjalan dan berkembang dalam masyarakat, maka asuransi takaful itu perlu
dimasyarakatkan dan manajemennya hendaknya dilaksanakan dengan balk dan rapi,
sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat luas. Masyarakat sebenarnya ingin
bukti nyata mengenai suatu gagasan, ingin mendapat jaminan, ketenangan selama
masih hidup dan ingin pula jaminan untuk anak turunan sesudah meninggal dunia.
Apabila asuransi takaful yang berlandaskan syariah Islamiah sudah
dapat mewujudkan kehendak anggota masyarakat, maka menurut All Hasan dalam
bukunya Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan. Orang
yang senang bergelimang dengan hal-hal yang syubhat dan dihadapkan pada
ketentuan hukum yang bertolak belakang, akan berkurang ataupun balikan akan
hilang sama sekali.
Intinya telah terdapat alternatif bentuk asuransi yang sesuai
dengan syari'at Islam yang sekarang dikenal dengan asuransi at-Takaful. Di
Indonesia jenis asuransi Takaful ini sudah berdiri sejak tahun 1994. Kini telah
banyak perusahaan asuransi konvensional yang membuka cabang syariah yang mem
peraktikkan prinsip-prinsip Hukum Islam. Majelis Ulama Indonesia pada tanggal16
Desember tahun 2003 telah mengeluarkan fatwa haramnya bunga yang ditarik oleh
perusahaan asuransi yang mengelola dana premi melalui deposito di bank
konvensional. Untuk mendukung penerapan operasional asuransi syariah di
Indonesia, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI telah mengeluarkan fatwa No. 21/
DSN MUI / X / 2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Dahlan, et al, ed. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta :
lkhtiar Baru Van Hoeve, 2000.
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 4, diterjemahkan oleh
Soeroyo dan Nastangin, Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1996.
AM Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan
Analisis Historis, Teoritis, & Praktis, Jakarta : Kencana, 2004
. ________________, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak, Asuransi, dan
Lembaga Keuangan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003.
A.Kashmir, Lembaga Keuangan Non Bank, Jakarta: Raja Grafindo, 2000.
Fathurrahman Djamil, Metode ljtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah,
Jakarta Logos, 1995
Fakhruddin Muhammad ar-Razi, Tafsir al-Kabir, Bulaq:1872
Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian
Syariah di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2005
All Yafie, Asuransi dalam Pandangan Svariat Islam, Menggagas Fiqh
Sosial, Bandung : Mizan, 1994 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta : Haji
Masagung, 1989
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik : Upaya
Menghilangkan Gharar, Maisyir, dan Riba, Jakarta : Gema Insani Press, 2005
Muhammad Nejatullah Siddiqi, Asuransi di dalam Islam, Bandung :
Pustaka, 1987
________________, Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil dalam Hukum Islam,
(Penerj. Fakhriyah Mumtihani), Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1996.
M. Syafi' i Antonio, Asuransi dalam Perspektif Islam, Jakarta :
STI, 1994.
________________, Prinsip
Dasar Asuransi Takaful, dalam Arbitrase Islam di Indonesia, Jakarta : BAMI, 1994.
M. Muhsin Khan, The Translation of The Meaning's of Sahih
al-Bukhari, Lahore : Kazi Publication, 1979
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep
dan Sistem Operasional, Jakarta : Gema lnsani Press, 2004.
Mustafa Ahmad az-Zarqa, al-Madkhal al-Fiqh al-'Am, Juz I,
(Beirut : Dar al-Fikr, 1968).
Sofiniyah Ghufron (penyunting), Briefcase Book Edukasi Profesional
Syariah : Sistem Operasional Asuransi Syariah, Jakarta : Renaisan, 2005
Sri Nurhayati&Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia,
Jakarta: Salemba Empat, 2012
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga
Terkait di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997.
Wirdyaningsih, ed., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta :
Kencana, 2005
[1] Hal
ini tersirat dalam wujud pentasyri'atan zakat dalam rukun Islam, yang secara
tidak langsung mcrupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
konsep pertanggungan dalam Islam. Institusi zakat merupakan kewajiban bagi
setiap muslim, disamping bernuansa ta'abbudi juga merupakan aspek yang
berdimensi sosial yaitu mempunyai tujuan utama dalam bentuk social oriented
[2] AM
Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis. & Praktis, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 55
[3] Islamisasi
ilmu pengetahuan adalah suatu proses pemberian nilai-nilai keislaman pada ilmu
pengetahuan. Walaupun pada dasarnya ilmu pengetahuan itu mempunyai sifat
obyektif positif- universal, tetapi dalam perkembangannya diperlukan adanya
tuntunan dari nilai-nilai Islam di dalamnya agar terjadi sebuah tatanan
kehidupan yang Islami. Sehingga lahirlah istilah ekonomika Islami, hukum
Islami, politik Islami, sebagai wujud dari hasil kerja keras Islamisasi
terhadap ilmu pengetahuan.
[4] Ali
Yafie, Asuransi dalam Pandangan Syariat Islam, Menggagas Fiqh Sosial,
(Bandung: Mizan, 1994), hal. 205-206.
[5] Hendi
Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 307
[6] Sofiniyah
Ghufron (penyunting), Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah: Sistem
Operasional Asuransi Syariah, (Jakarta : Renaisan, 2005), hal.17
[7] Salim
Segaf al-Jufri dalam Muhammad Syakir Sula. Asuransi Syariah (Life and
General) Konsep dan Sistem Operasional. Cet. 1 (Jakarta; Gema Insani Press,
2004), hal. 28
[8] Muhammad
Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem
Operasional, (Jakarta: Gema lnsani Press, 2004), hal. 28.
[9] Abdul
Aziz Dahlan, et al, ed. Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2000), hal. 138.
[10] Muhammad
Syakir Sula, Asuransi Syariah…, hal. 29.
[11] Muhaimin
lqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik Upaya menghilangkan Gharar,
Maisir, dan Riba. (Jakarta: Gema Insani Press, 2005 ), hal. 2.
[12] Muhammad
Syakir Sula, Asuransi Syariah…., hal. 32.
[13] AM
Masan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam...., hal. 62.
[14] Muhammad
Syakir Sula, Asuransi Syariah…., hal. 33.
[15] Abdul
Aziz Dahlan, et al, ed. Ensiklopedi...., hal. 1628.
[16] Widyaningsih,
ed., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005),
hal. 223- 224.
[17] Ibid,
hal. 224.
[18] AM
Hasan Ali, Asuransi datum Perspektif Hukum Islam...., hal. 67-68. dan
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah...., hal. 31.
[19] Ibid
[20] Lihat
M. Muhsin Khan, The Translation of The Meaning's of Sahih al-Bukhari,
(Lahore : Kazi Publication, 1979 ), hal. 34 yang disarikan oleh Hasan Ali dalam
Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, hal. 68-69.
[21] Wirdyaningsih,
ed., Bank dan Asuransi Islam…, hal. 224.
[22] Afzalur
Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, jilid 4, diterjemahkan oleh Soeroyo dan
Nastangin. (Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, I996), hal. 44.
[23] Wirdyaningsih,
ed., Bank dan Asuransi Islam…., hal. 226-227.
[24]
Sri Nurhayati&Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta:
Salemba Empat, 2012), h. 4
[25]
Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 140
[26] Sesuai
dengan fungsi lembaga keuangan yang diutarakan etc. Kashmir. Lihat A.Kashmir, Lembaga
Keuangan Non Bank, (Jakarta: Raja Gratindo, 2000), hal. 5.
[27] lstilah
DNA-Chromosom pertama kali dipakai oleh Murasa Sarkaniputra dalam
menjelaskan unsur pembentuk utama ekonomi Islam, yaitu; Prinsip profit and loss
sharing (berbagi atas untung dan rugi), komoditi yang halal dan thayib, serta
instrumen zakat. Lihat Murasa Sarkaniputra, Peran Zakat dan Kebutuhan Dasar
dari As-Syatibi dalam menentukan Pembagian Pendapatan Fungsional, Makalah
Seminar di Bank Indonesia, 2001. Lihat juga pada footnote no.54 dalam AM Masan
Ali, Asuransi dalam Perspekif Hukum Islam..., hal. 128.
[28] Dalam
beberapa hal, mudharabah adalah bagian dari musyarakah (syirkah), sebagai
pembedanya adalah penempatan modal (dana) antara kedua pihak yang terikat kerja
sama. Dalam mudharabah, kewajiban untuk menempatkan modal hanya dilakukan oleh
satu pihak yang disebut denean shahib al-maal (pemilik modal), sedangkan pihak
lain menempati posisi sebagai mudharib (pengusaha) yang menginvestasikan dana
pemilik modal, sedang keuntungannya dibagi sesuai dengan nisbah kesepakatan
akad. Sedangkan syirkah (musyarakah) terbentuk dari penempatan modal bersama
antara kedua belah pihak, dan keuntungannya dibagi sesuai dengan jumlah modal
(dana) yang discrtakan. Lihat Muhammad Nejatullah Siddiqi, Kemitraan Usaha
dan Bagi Hasil dalam Hukum Islam, (Penerj. Fakhriyah Mumtihani),
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Vasa. 1996).
[29] Pembagian
profit (keuntungan) dilaksanakan sctelah dikurangi oleh biaya
operasional (cost).
[30] Wahbah
al-Zuhaili, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Mesir : Dar al-Fikr, 1409 H).,
h. 677709. Disarikan oleh AM Hasan All dalam Asuransi dalam Perspektif Hukum
Islam...., h. 132
[31] Fakhruddin
Muhammad ar-Razi, Tafsir al-Kabir, (Bulaq:1872)., h. 531. Disarikan oleh
AM Masan All dalam Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam...., h. 132-133
[32] Mustafa
Ahmad az-Zarqa, al-Madkhal al-Fiqh al-'Am, Juz I, (Beirut : Dar al-Fikr,
1968). Disarikan oleh AM Hasan All dalam Asuransi dalam Perspektif Hukum
Islam...., h. 134
[33] M.
Syati'i Antonio, Prinsip Dasar Asuransi Takaful, dalam Arbitrase Islam di
Indonesia, (Jakarta : BAM1, 1994). Lihat juga dalam AM Hasan Ali, Asuransi
dalam Perspektif Hukum Islam...., h. 134
[34] Wahbah
al-Zuhaili, Fiqh al-Islam...., h. 435-437. Disarikan oleh AM Basun Ali
dalam Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam...., h.134
[35] M.
Syafi'i Antonio, Asuransi dalam Perspelaif Islam, (Jakarta : STI,
I994)., h. 1-3
[36] Sofiniah
Ghufron (penyunting), briefcase Book…, h.23
[37] Muhaimin
lqbal, Asuransi Umum Syariah..., h. 25
[38] Sofiniyah
Ghufron (penyuntine.), Briefcase Book......, h. 24
[39] Ibid.,
h. 25
[40] Muhaimin
lqbak Asuransi Umum Syariah...,h. 26
[41] M.
Syati'i Antonio, Prinsip Dasar Asuransi Takcifid...., h. 147-149
[42] Muhammad
Nejatullah Siddiqi, Asuransi di dalam Islam, (Bandung : Pustaka, I987).,
h. 41
[43] Lihat
M Hasan Ali, Asuransi dalam Perspekif Hukum Islam...., h. 11-12
[44] Muhaimin
igbal, Asuransi Umum Syariah...., h. 154
[45] Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dalam Muhaimin lqbal, Ibid., h. 151-153
[46] Muhammad
Syakir Sula, Asuransi Syariah…., h. 638
[47] Ibid,
h. 644 dan Sofiniyah Ghufron (penyunting), Briefcase Book......, h.35
[48] Ibid.,
h. 641 dan Ibid., h. 38
[49] Ibid.h.
646 dan Ibid.., h.42
[50] Ibid,
h. 648
[51] Ibid..
h. 650-651 dan Sofiniyah Ghufron (penyunting), Briefcase Book...., h.
46-49
[52] Sofiniyah
Ghufron (penyunting), Briefcase Book......, h. 49-54
[53] Ibid.,
h. 55-58
Play Casino Review: Risk-Free Bet No Deposit on Dream
BalasHapusWelcome air jordan 18 retro men red online free shipping Bonus Details. No Deposit Free air jordan 18 retro red suede cheap Bets Available · Betting Terms · Wagering Requirements where can you buy air jordan 18 retro yellow suede · Player Support air jordan 18 retro yellow shipping · Minimum Deposit – air jordan 18 retro toro mens sneakers outlet £/€ 5 · Player