Minggu, 11 Desember 2016

ASURANSI SYARIAH

BAB I
PENDAHULUAN
Asuransi sebagai salah satu lembaga keuangan yang bergerak dalam bidang pertanggungan merupakan sebuah institusi modern hasil tentuan dunia Barat yang lahir bersamaan dengan adanya semangat pencerahan (reinaissance). Institusi ini bersama dengan lembaga keuangan bank menjadi motor penggerak ekonomi pada era modern dan berlanjut pada masa sekarang (kini). Dasar yang menjadi semangat operasional asuransi modern adalah berorientasikan pada sistem kapitalis yang intinya hanya bermain dalam pengumpulan modal untuk keperluan pribadi atau golongan tertentu, dan kurang atau tidak mempunyai akar untuk pengimbangan ekonomi pada tataran yang lebih komprehensif.
Lain halnya dengan asuransi syari'ah. Asuransi dalam literatur kelslaman lebih banyak bernuansa sosial daripada bernuansa ekonomi atau profit oriented (keuntungan bisnis). Hal ini dikarenakan oleh aspek tolong- menolong yang menjadi dasar utama dalam menegakkan praktik asuransi dalam Islam[1]. Maka, tatkala konsep asuransi tersebut dikemas dalam sebuah organisasi perusahaan yang berorientasi kepada profit, akan berakibat pada penggabungan dua visi yang berbeda, yaitu visi sosial (social vision) yang menjadi landasan utama (eminent), dan visi ekonomi (economic vision) yang merupakan landasan periferal[2].
Dunia Timur (dalam hal ini dunia Islam) memandang lembaga keuangan yang berbasis pada dunia perbankan dan perasuransian adalah sebagai sesuatu yang baru, yang sebelumnya tidak ditemukan dalam praktik kehidupan umat Islam. Dari sini, diperlukan adanya proses purifikasi dan sentuhan nilai-nilai kelslaman terhadap kedua lembaga keuangan tersebut (perbankan dan perasuransian). Logika yang mudah dipahami dalam posisi seperti ini adalah keharusan dalam melakukan proses "Islamisasi"[3] terhadap segala sesuatu yang berasal dari dunia Barat.
Tinjauan di atas didasarkan pada satu pemikiran dalam Islam "belum dikenal" adanya praktik perbankan dan perasuransian, dalam artian sebagai sebuah perusahaan perekonomian modern. Lain halnya dalam literatur kelslaman ditemukan adanya konsep yang betul-betul menjelaskan secara mendetail tentang praktik perbankan dan perasuransian dalam Islam. Berarti kita sudah tidak harus bersusah payah melaksanakan tugas `Islamisasi' yang terkadang membawa konotasi negatif bahwa ajaran Islam itu belum sempurna, karena harus mengadopsi temuan yang dihasilkan oleh dunia Barat.
At-Ta'miin (asuransi) pada saat sekarang ini dapat dikatakan telah menjadi sebuah bentuk keharusan. Karena at-Ta'min dengan berbagai macam bentuknya telah merambah berbagai segi kehidupan manusia, baik itu disektor perdagangan, industri, pertanian, maupun disektor-sektor ekonomi dan non ekonomi yang lain seperti transportasi, tempat tinggal dan jiwa. Balikan dalam hal-hal tertentu, ketentuan penggunaan at-Ta'miin ini sudah merupakan aturan baku yang telah ditetapkan melalui undang-undang. Sehingga sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya at-Ta'miin itu ditinjau dari sudut pandang syariah.


BAB II
ASURANSI
A.    Pengertian Asuransi (at-Ta'miin)
1.      Pengertian Asuransi konvensional
Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda assurantie, yang dalam hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Dari peristilahan assurantie kemudian timbul istilah assuradeur bagi penangggung dan geassureerde bagi tertanggung[4].
Dalam Undang-undang Hukum Dagang pasal 246 disebutkan : Asuransi dan pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikat diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena satu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu[5].
Sedangkan menurut UU No.2 th.1992 tentang usaha perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan[6].
2.      Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi disebut juga at-ta'min dalam Bahasa Arabnya yang bermakna perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut, dan penanggung disebut mu'ammin, sedangkan yang tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min[7]. Hal ini seperti yang tersebut dalam QS. Quraisy (106): 4, yaitu "Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan." Pengertian at-ta'min adalah seseorang membayar / menyerahkan uang cicilan agar ia ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang[8].
Ahli fikih kontemporer, Wahbah az-Zuhaili[9] mendefinisikan asuransi berdasarkan pembagiannya. ia membagi asuransi dalam dua bentuk, yaitu at-ta'min at-ta'awuni dan at-ta'min bi qist sabit. At-ta'min atta'awuni atau asuransi tolong menolong adalah "kesepakatan sejumlah orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang di antara mereka mendapat kemudharatan." At-ta'min bi qist sabit atau asuransi dengan pembagian tetap adalah "akad yang mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapat kecelakaan, ia diberi ganti rugi."
Musthafa Ahmad az-Zarqa[10] memaknai asuransi adalah sebagai salah satu macam atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya, atau dalam aktivitas ekonominya. la berpendapat, bahwa sistem asuransi adalah sistem ta'awun dan tadhamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa- peristiwa atau musibah-musibah oleh sekelompok tertanggung kepada orang yang tertimpa musibah tersebut. Penggantian tersebut berasal dari premi mereka.
 Menurut Muhaimin lqbal, asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator. Syariah berasal dari ketentuan-ketentuan di dalam al-Qur'an dan as-Sunnah[11].
Di Indonesia sendiri, asuransi Islam sering dikenal dengan istilah takaful. Kata takaful berasal dari takafala-yatakafalu yang berarti menjamin atau saling menaggung[12]. Mohd. Ma'sum Billah memaknakan takaful dengan "mutual guarantee provid by a group of people living in the same society againts a defined risk or catastrophe befalling one's life, property or any form of valuable things". (jaminan bersama yang disediakan oleh sekelompok masyarakat yang hidup dalam satu lingkungan yang sama terhadap risiko atau bencana yang menimpa jiwa seseorang, harta benda, atau segala sesuatu yang berharga[13].
Muammad Syakir Sula mengartikan takaful dalam pengertian muamalah adalah sating memikul risiko diantara sesama orang, sehineea antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya[14]. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam[15], digunakan istilah at-takaful al-ijtima'i atau solidaritas yang diartikan sebagai sikap anggota masyarakat Islam yang saling memikirkan, memerhatikan, dan membantu mengatasi kesulitan anggota masyarakat Islam yang satu merasakan penderitaan yang lain sebagai penderitaannya sendiri dan keberuntungannya adalah keberuntungan orang lain. Hal ini sejalan dengan HR. Bukhari Muslim "Orang-orang yang beriman bagaikan cebuah bangunan, antara satu bagian dengan bagian lainnya sating menguatkan, sehingga melahirkan suatu kekuatan yang besar" dan HR. Bukhari Muslim lainnya "Perumpamaan oraneorang mukmin dalam konteks solidaritas ialah bagaikan satu tubuh manusia, jika salah satu anggota tubuhnya merasakan kesakitan, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain turut merasakan kesakitan dan berjaga-jaga (agar tidak berjangkit pada anggota yang lain)".
Dewan Syari’ah Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan fatwa mcngenai asuransi syariah. Dalam fatwa DSN No. 21 / DSN-MUI / X / 2001 bagian pertama mengenai Ketentuan Umum angka I disebutkan pengertian asuransi syari'ah (ta'min, takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang / pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah[16].
B.     Sejarah Asuransi Syariah
Dalam Islam, praktik asuransi pemah dilakukan pada masa Nabi Yusuf as. yaitu pada saat ia menafsirkan mimpi dari Raja Firaun. Tafsiran yang ia sampaikan adalah bahwa Mesir akan mengalami masa 7 tahun panen yang melimpah dan diikuti dengan masa 7 tahun paceklik. Untuk menghadapi masa kesulitan (paceklik) itu, Nabi Yusuf as. menyarankan agar menyisihkan sebagian dari hasil panen pada masa 7 tahun pertama. Saran dari Nabi Yusuf as. ini diikuti oleh Raja Firaun, sehingga masa paceklik dapat ditangani dengan baik[17].
Pada masyarakat Arab sendiri, terdapat sistem 'aqilah yang sudah menjadi kebiasaan mereka sejak masa pra Islam. Agilah merupakan cam penutupan dari keluarga pembunuh terhadap keluarga korban (yang terbunuh). Ketika terdapat seseorang terbunuh oleh anggota suku lain, maka keluarga pembunuh harus membayar diyat dalam bentuk uang darah (blood money)[18]. Hadits Nabi Muhammad SAW:
Diriwaratkan oleh Abu Hurairah ra, dia berkata : Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut bersama janin yang dikandungnya. Maka, ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW. memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhari)[19].
Kata aqilah bermakna asabah[20], yang menunjukkan hubungan kekerabatan dari pihak orang tua laki-laki pembunuh. Oleh karena itu, pemikiran dasar tentang aqilah adalah seperti itu, di mana suku Arab kuno telah menyiapkan pembayaran uang kontribusi untuk kepentingan si pembunuh sebagai pengganti kerugian untuk ahli waris korban. Kerelaan untuk melakukan pembayaran uang seperti itu dapat disamakan dengan pembayaran premi pada praktik asuransi, sementara itu kompensasi pembayaran di bawah aqilah dapat disamakan dengan penggantian kerugian (indemnity) pada praktik asuransi saat ini, sebagai satu bentuk perlindungan dalam bidang keuangan bagi ahli waris dari sebuah kematian yang tidak diharapkan oleh korban.
Praktik aqilah yang dilakukan oleh masyarakat Arab ini sama dengan praktik asuransi pada saat ini, di mana sekelompok orang membantu untuk menanggung orang lain yang tertimpa musibah. Dalam hal kaitannya dengan praktik pertanggungan ini, ada pasal khusus dalam Konstitusi Madinah yang memuat semangat untuk saling menanggung bersama, yaitu pasal 3 yang isinya sebagai berikut "Orang Quraisy yang melakukan perpindahan (ke Madinah) melakukan perdagangan bersama dan akan saling bekerja sama membayar uang darah di antara mereka[21].
Perkembangan praktik agitalt yang sama dengan praktik asuransi ternyata tidak hanya diterapkan pada masalah pidana, tetapi juga mulai diterapkan dalam bidang perniagaan. Sering disebutkan dalam beberapa buku yang membahas mengenai sejarah asuransi, bahwa asuransi pertama kali dilakukan di Italia berupa asuransi perjalanan laut pada abad ke-14. Namun, sebenamya sebelum abad ke-14 asuransi telah dilakukan oleh orang-orang arab sebelum datangnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, orang- orang arab yang mahir dalam bidang perdagangan telah melakukan perdagangan ke negara-negara lain melalui jalur laut. Untuk melindungi barang-barang dagangannya ini mereka mengasuransikannya dengan tidak menggunakan sistem bunga dan riba. Bahkan, Nabi Muhammad SAW sendiri telah melakukan asuransi ketika melakukan perdagangan di Mekkah[22]. Suatu ketika Nabi Muhammad SAW turut dalam perdagangan di Mekkah dan seluruh armada dagangannya terpecah belah oleh suatu bencana, hilang di padang pasir. Kemudian, para pengelola usaha yang merupakan anggota dana kontribusi membayar seluruh dagangan, termasuk harga unta dan kuda yang hilang, kepada para korban yang selamat dan keluarga korban yang hilang. Nabi Muhammad SAW. yang pada saat itu berdagang dengan modal dari Khodijah juga telah menyumbangkan dana pada dana kontribusi tersebut dari keuntungan yang telah diperolehnya.
Di bidang bisnis inilah asuransi semakin berkembang, terutama dalam hal perlindungan terhadap barang-barang perdagangannya. Namun, perkembangan ini tidak sejalan dengan kesesuaian praktik asuransi terhadap syariah. Meskipun demikian, dengan banyaknya kajian terhadap praktik perekonomian dalam perspektif Hukum Islam, asuransi mulai deselaraskan dengan ketentuan-ketentuan syariah. Pada paruh kedua abad ke-20 di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika telah mulai mencoba mempraktikkan asuransi dalam bentuk takaful[23] yang kemudian berkembang pesat hingga kenegara- negara yang berpenduduk nonmuslim sekalipun di Eropa dan Amerika.
Asuransi syariah pertama kali didirikan di sudan pada tahun 1979 dengan nama The Islamic Insurance Of Sudan. pendirian ini terus berlanjut dan saat ini telah berdiri baik di negara-negara timur tengah, negara yang memiliki banyak penganut islam seperti, Pakistan, Lebanon, Nigeria, maupun negara barat, seperti: Inggris, pecahan Uni Soviet, dan Australia. Perkembangan paling pesat asuransi syariah di luar negara timur tengah adalah pada negara Malaysia[24].
Sedangkan pada negara Indonesia Asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan diresmikannya PT Asuransi Takaful Keluarga pada tahun Perkembangan Asuransi Syariah 1994 dan PT Asuransi Takaful Umum pada tahun 1995. Gagasan dan pemikiran didirikannya PT Asuransi Takaful berdasarkan syariah sebenarnya sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya Takaful dan makin kuat setelah diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
Akhirnya pada tanggal 25 Agustus 1944 Asuransi Takaful Indonesia berdiri secara resmi. Pendirian ini dilakukan secara resmi di Puri Agung Room Hotel Syahid Jakarta. Izin oprasional asuransi ini diperoleh dari Departemen Keuangan melalui Surat Keputusan Nomor: Kep-385/kmk.017/1994 tertanggal 4 Agustus 1994[25].
Perkembangan asuransi syariah dimasa yang akan datang diharapkan akan terus berkembang. Seiring dengan membaiknya perkembangan ekonomi dunia, khususnya di Indonesia meskipun perusahaan asuransi syariah di Indonesia masih terlalu sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar beragama muslim, diharapkan di waktu yang akan datang produk-produk asuransi yang bernilai syariah dapat tumbuh dan berkembang secara baik.
Di Indonesia, peluang 2015 terhadap produk keuangan syariah masih sangat terbuka lebar. Peluang pasar asuransi jiwa syariah masih sangat diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Berdasarkan data dari Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, pasar modal untuk asuransi syariah masih di bawah 3%. Dengan menyediakan produk yang sesuai dengan kebutuhan nasabah, industri keuangan syariah akan lebih berkembang pesat.
Banyak perusahaan asuransi jiwa syariah yang mencatat pertumbuhan yang tinggi dengan mendapatkan premi di atas 50% pada kuartal pertama. Pandangan para ahli terhadap perkembangan asuransi syariah 2012 akan memberikan sumbangan hingga 30% dan memperkirakan prospek dari pertumbuhan industri syariah yang cukup tinggi untuk tahun ini. Pada tahun 2014 TW IV aset keuangan industri asuransi syariah sendiri sudah tumbuh hingga 34,5% (Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI)).8 Namun, perkembangan dan pertumbuhan industri keuangan syariah sendiri masih akan didukung oleh berbagai macam faktor seperti pertumbuhan ekonomi Indonesia dan juga pangsa pasar industri keuangan syariah.
C.     Prinsip Dasar Asuransi Syari'ah
Dalam hal ini, menurut AM.Hasan Ali prinsip dasar asuransi syari'ah ada sepuluh macam, yaitu ; tauhid, keadilan, tolong menolong, kerja sama, amanah, keretaan, kebenaran, larangan riba, larangan judi, dan larangan gharar.
1.      Tauhid (Unity)
Prinsip tauhid (unity) adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariah Islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia hams didasarkan pada nilai-nilai tauhid. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan. Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bemuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan.
Paling tidak dalam setiap melakukan aktivitas berasuransi ada semacam keyakinan dalam hati bahwa Allah SWT., selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan selalu berada bersama kita. Kalau pemahaman semacam ini terbentuk dalam setiap "pemain" yang terlibat dalam perusahaan asuransi maka pada tahap awal masalah yang sangat urgensi telah terlalui dan dapat melangsungkan perjalanan bermuamalah seterusnya.
2.      Keadilan (justice)
Prinsip kedua dalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan (justice) antara pihak-pihak yang terikat dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah (anggota) dan perusahaan asuransi.
Pertama, nasabah asuransi harus memposisikan pada kondisi yang mewajibkannya untuk selalu membayar iuran uang santunan (premi) dalam jumlah tertentu kepada perusahaan asuransi dan mempunyai hak untuk mendapatkan sejumlah dana santunan jika terjadi peristiwa kerugian. Kedua, perusahaan asuransi yang berfungsi sebagai lembaga pengelola dana mempunyai kewajiban membayar klaim (dana santunan) kepada nasabah[26].
Di sisi lain, keuntungan (profit) yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi dari hasil investasi dana nasabah harus dibagi sesuai dengan akad yang disepakati antara kedua belah pihak 40:60, maka realita pembagian keuntungan juga harus mengacu pada ketentuan tersebut.
3.      Tolong-menolong (ta'awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi harus didasari dengan semangat tolong-menolong (ta'awun) antara anggota (nasabah). Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian.
Praktik tolong- menolong dalam asuransi adalah unsur utama pembentukan (DNA-Chromosom[27]) bisnis asuransi. Tanpa adanya unsur ini atau hanya sematamata untuk mengejar keuntungan bisnis (profit oriented) berarti perusahaan asuransi itu sudah kehilangan karakter utamanya, dan seharusnya sudah wajib terkena pinatti untuk dibekukan operasionalnya sebagai perusahaan asuransi.
4.      Kerja Sama (cooperation)
Prinsip kerja sama (cooperation) merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapat mandat dari Khaliq-nya untuk mewujudkan perdamaian dan kcmakmuran di muka bumi mcmpunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial.
Kerja sama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara anggota (nasabah) dan perusahaan asuransi. Dalam operasionalnya, akad yang dipakai dalam bisnis asuransi dapat memakai konsep mudharabah atau musyarakah[28]. Konsep mudharabah dan musyarakah adalah dua buah konscp dasar dalam kajian ekonomika Islami dan mcmpunyai nilai historis dalam perkembangan keilmuan ini.
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih yang mengharuskan pemilik modal (dalam hal ini nasabah asuransi) menyerahkan sejumlah dana (premi) kepada perusahaan asuransi (mudharib) untuk dikelola. Dana yang terkumpul oleh perusahaan asuransi diinvestasikan agar memperoleh keuntungan (profit) yang nantinya akan dibagi antara perusahaan dan nasabah asuransi. Jika akadnya menyebutkan pembagian nisbah keuntungan antara kedua belah pihak 70:30, yaitu 70% untuk nasabah dan 30% untuk perusahaan, maka pembagian profit dari investasi yang dilakukan oleh perusahaan juga harus mengacu pada ketentuan akad tersebut[29].
Sedangkan akad musyarakah dapat terwujud antara nasabah dan perusahaan asuransi, jika kedua beth pihak bekerja sama dengan sama- sama menyerahkan modalnya untuk diinvestasikan pada bidang-bidang yang menguntungkan. Keuntungan (profit) yang diperoleh dari investasi dibagi sesuai dengan porsi nisbah yang disepakati.

5.      Amanah (trustworthy'/al-amanah)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilainilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang esar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor public.
Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri nasaoah asuransi. Seseorang yang menjadi nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan informasi yang benar,berkaitan dengan pembayaran dana iuran (premi) dan tidak memanipulasi kerugian (peril) yang mcnimpa dirinya. Jika seorang nasabah asuransi tidak memberikan infommsi yang bcnar dan memanipulasi data kerugian yang menimpa dirinya, bcrarti nasabah tcrsebut telah manyalahi prinsip amanah dan dapat dituntut secara hukum.
6.      Kerelaan (al-ridha)
Dalam bisnis asuransi, kerelaan (al-ridha) dapat diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi agar mcmpunyai motivasi dari awal untuk mcrclakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru). Dana sosial (tabarru) memang betul-betul digunakan untuk tujuan membantu anggota (nasabah) asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugian.
7.      Larangan riba
Terdapat beberapa jenis riba yang dikenal. Wahbah Zuhaili membagi riba menjadi empat, yaitu riba qardh, riba jahiliah, ribafadl, dan riba nasi'ah[30]. Razi mengajukan beberapa alasan mengenai pengharaman riba :[31]
a)      Riba tak lain adalah mengambil harta orang lain tanpa ada nilai imbangan apapun. Padahal, menurut sabda Nabi SAW., harta seseorang adalah seharam darahnya bagi orang lain;
b)      Riba dilarang karena menghalangi manusia untuk terlibat dalam usaha yang aktif. Orang kaya, jika is mendapat penghasilan dari riba, akan bergantung pada cam yang gampang ini dan membuang pikiran untuk giat berusaha;
c)      Kontrak riba adalah media yang digunakan oleh orang kaya yang mengambil kelebihan dari modal. Perbuatan ini haram dan bertentangan dengan keadilan dan persamaan;
d)      Kontrak riba memunculkan hubungan yang tegang di antara sesama manusia;
e)      Keharaman riba dibuktikan dengan ayat al-Qur'an, dan kita tidak perlu mengetahui alasan pengharamannya. Kita harus membuangnya karena haram, meskipun kita tidak tahu alasannya.
8.      Larangan maisir (judi)
Zarqa[32] mengatakan bahwa adanya unsur gharar menimbulkan al- qumar. Sedangkan al-qumar sama dengan al-maisir, gambling, dan perjudian. Artinya, ada salah satu pihak yang untung tetapi ada pula pihak lain yang rugi. Syafi'i Antonio[33] mengatakan bahwaunsur maisir (judi) artinya adanya salah satu pihak yang untung namun di pihak lain justru menoalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, biasanya tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil raja. Juga adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, di mana untung-rugi terjadi sebagai hasil dari ketetapan.
9.      Larangan gharar (ketidakpastian)
Gharar dalam pengertianbahasa adalah al-khida' (penipuan), yaitu suatu tindakan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerclaan. Wahbah al- Zuhaili memberi pcngcrtian tentang gharar sebagai al-khatar danal-taghrir, yang artinya penampilan yang menimbulkan kcrusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya menycnangkan tetapi hakikatnya menimbulkan kebencian[34].
Syafi’i Antonio menjelaskan bahwa gharar atau ketidakpastian dalam asuransi ada dua bentuk :[35]
a)      Bentuk akad syariah yang melandasi penutupan polis.
b)      Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar'i penerimaan uang klaim itu sendiri.

D.    Tata Cara dan Operasional Asuransi Syariah
1.      Akad
Hubungan antara perusahaan takaful dan peserta mengikat diri dalam perjanjian mudharabah dengan hak dan kewajiban sesuai dengan perjanjian. Berbeda dengan asuransi konvensional hubungan antar peserta asuran si dibangun dengan semangat sating menanggung (takaful), bukan berdasarkan akad pertukaran (tadabbuli).
2.      Tata Cara Pengelolaan atau Investasinya Tidak Botch Bertentangan dengan Syariat Islam
a.       Gharar (Ketidakpastian)
Menurut Ibn Qayyim, gharar adalah sesuatu yang tidak bisa diukur penerimaannya, balk barang itu ada maupun tidak ada[36].
Islam tidak mengabaikan realitas ini dan tidak melarang manusia menghadapi risiko dan ketidakpastian dalam hidup. Yang tidak diizinkan atau dilarang adalah bertransaksi atau berjual beli yang mengandung unsur ketidakpastian atau gharar tersebut. Dalam asuransi konvensional terdapat gharar karena konscp asuransi adalah mekanisme memindahkan risiko di mana individu atau organisasi dapat menjual ketidakpastian dengan kepastian[37].
b.      Maysir (Perjudian)
Mekanisme asuransi konvensional melaltirkan konsep maysir sebagai akibat dari adanya gharar. Wahbah Zuhaili menyimpulakan bahwa transaksi yang mengandung unsur gahrar adalah transaksi jual beli yang mengandung risiko bagi salah seorang yang mengadakan akad sehingga mengakibatkan hilangnya harta. Faktor inilah yang ada dalam asuransi konvensional yang menyebabkan is mengandung unsur maysir[38].
c.       Riba (Bunga Uang)
Salah satu tujuan didirikannnya asuransi syariah adalah dalam rangka menghindari praktik riba yang ada dalam asuransi konvensional, dimana dalam menginvestasikan dananya dengan menggunakan mekanisme bunga. Dengan demikian, asuransi ini sangat sulit untuk menghindari praktik riba. Riba dalam Islam adalah setiap tambahan yang diperoleh dari setiap transaksi tanpa ada imbalan atau ganti[39].
Riba juga diartikan sebagai jual beli yang mengandung unsur ribawi dalam waktu dan/atau jumlah yang tidak sama. Dalam asuransi konvensional, kontrak pertukaran antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung mengandung unsur ribawi, yaitu berupa ganti rugi yang melibatkan jumlah dan skala waktu yang berbeda-beda[40].
E.     Pendekatan Takaful
Secara prinsipil kajian ekonomi Islam selalu mengedepankan asas keadilan, tolong-menolong, menghindari kezaliman, pengharaman riba (bunga), prinsip profit and loss sharing serta penghilangan unsur gharar[41]. Maka dari sini, bisa ditarik garis paralel terhadap prinsip-prinsip yang hams ada dalam sebuah institusi asuransi syariah. Sebab, asuransi syariah secara teoritik masih menginduk kepada kajian ekonomi Islam secara umum. Di samping prinsip dasar di atas yang harus dipenuhi oleh lembaga asuransi syariah, asuransi syariah juga hams mengembangkan sebuah manajemen asuransi secara mandiri, terpadu, profesional serta tidak menyalahi aturan dasar yang telah digariskan dalam syariah Islam.
Di sinilah ulama kontemporer bermain dalam menggali dan menyusun sebuah kinerja dan manajemen asuransi syariah. Mengutip pernyataan Nejatullah al-Siddiqi, bahwa asuransi syariah harus membawa unsur tolong- menolong, seperti apa yang terjadi di awal sejarah asuransi yang menjadikan prinsip tolongmenolong sebagai unsur utama di dalamnya[42]. Dari sini, asuransi syariah mengemban tugas agar melakukan pembersihan unsur-unsur yang tidak sesuai dengan syariah terhadap praktik yang dijalankan oleh asuransi konvensional. Nilai-nilai seperti materialistis, individualistis, kapitalis, harus dihapuskan, sebagai gantinya dimasukkan semangat keadilan, kerja sama, dan sating tolongmenolong.
Lebih jauh, Muhammad Ma'shum Billah mengajukan sebuah konsep yang diberi nama dengan takaful. Sebuali konsep asuransi syariah yang di dalamnya dilakukan kerja sama dengan para pcscrta takaful (pemegang polls asuransi) alas prinsip al-mudharabah. Pcrusahaan asuransi syariah bcrtindak sebagai a/- nuillharib yang mencrima uang pembayaran dari pcscrta takaful untuk diadministrasikan dan diinvestasikan sesuai dengan ketentuan syariah. Peserta takaful bertindak sebagai chahib al-mat yang akan mendapat manfaat jasa perlindungan serta bagi hasil dari keuntungan perusahaan asuransi syariah. Konsep takaful pada dasamya merupakan usaha kerja sama saling melindungi dan menolong antara anggota masyarakat dalam menghadapi malapetaka atau bencana[43].
Dalam perusahaan takaful, pengaturan perusahaan dibangun alas empat fondasi yang disebut siddiq (benar), Amanah (dapat dipercaya), Tabliq (menyampaikan), dan Fathanah (cerdas)[44].
Manajemen asuransi syariah juga harus menerapkan nilai-nilai yang Islarni, seperti :

a.       Tauhid atau kepercayaan kepada Allah,
b.      Kepercayaan akan akhirat, pahala dan hukuman,
c.       Kemandirian,
d.      Bertanggung jawab,
e.       Partisipasi,
f.        Keadilan,
g.      Percaya diri, martabat dan privasi,
h.      Dialog,
i.        Efisiensi Biaya,
j.        Efisiensi Waktu,
k.      Peduli dan sating berbagi,
l.        Mengasihi manusia, binatang dan lingkungan, dan
m.    Keinginan untuk belajar[45].

Dengan kesemua nilai-nilai di alas, manajemen takaful memiliki semua nilai yang diperlukan untuk diadopsi dan diimplementasikan untuk kesuksesan organisasi takaful tersebut, Insya Allah.
F.      Jenis dan Produk Asuransi Syariah
Ada tiga jenis asuransi syariah, sebagai berikut :
a.       Takaful Individu
1.      Produk Tabungan Produk tabungan terdiri dari beberapa macam, yaitu :
a)      Takaful Dana Investasi
Program Takaful dana investasi adalah suatu bentuk perlindungan untuk perorangan yang menginginkan dan merencanakan pengumpulan dana dalam mata uang rupiah dan US Dolar sebagai dana investasi yang diperuntukkan bagi ahli warisnya jika ditakdirkan meninggal lebih awal atau sebagai bekal untuk hari tuanya[46].




b)      Takaful Dana Haji
Program takaful dana haji adalah suatu bentuk perlindungan untuk perorangan yang menginginkan dan merencanakan pengumpulan dana dalam mata uang rupiah maupun US dollar untuk biaya menjalankan ibadah haji[47].
c)      Takaful Dana Siswa
Program takaful dana siswa adalah suatu bentuk perlindungan bagi seseorang untuk perorangan yang bermaksud menyediakan dana pendidikan, dalam mata uang rupiah maupun US dollar untuk putra-putrinya sampai satjana[48].
Program takaful dana jabatan adalah suatu bentuk perlindungan untuk direksi atau pejabat teras suatu perusahaan yang menginginkan dan merencanakan pengumpulan dana dalam mata uang rupiah maupun US dollar sebagai dana santunan bagi ahli warisnya jika ditakdirkan meninggal lebih awal atau sebagai dana santunan/investasi pada saat sudah tidak bekerja lagi[49].
d)      Takaful Hasanah
Suatu bentuk perlindungan untuk perorangan yang menginginkan dan merencanakan pengumpulan dana sebagai modal usaha atau diperuntukkan bagi ahli warisnya jika ditakdirkan meninggal lebih awal[50].
2.      Produk Non Tabungan[51]
Produk non tabungan, yaitu :
a)      Takaful al-Khairat Indivklu
Program ini diperuntukkan bagi perorangan yang bennaksud menyediakan santunan untuk ahli waris bila peserta mengalami musibah kematian dalam masa perjanjian.
b)      Takaful Kecelakaan Diri Individu
Program yang diperuntukkan bagi perorangan yang bermaksud menyediakan santunan untuk ahli waris bila peserta mengalami musibah kematian karena kecelakaan dalam masa perjanjian.
c)      Takaful Kesehatan Individu
Program ini diperuntukkan bagi perorangan yang bermaksud menyediakan dana santunan rawat inap dan operasi bila peserta sakit dan kecelakaan dalam masa perjanjian.
b.      Takaful Group[52]
1.      Takaful al-Khairat dan Tabungan Haji
Program yang ditujukan bagi karyawan yang ingin menunaikan ibadah haji dengan pendanaan melalui iuran bersama dan keberangkatannya secara bergilir.
2.      Takaful Kecelakaan Siswa
Suatu bentuk perlindungan yang ditujuakan kepada sekolah/Perguruan Tinggi atau Lembaga Pendidikan Non Formal yang bermaksud menyediakan santunan kepada siswa/mahasiswa atau pesertanya apabila mengalami musibah karena kecelakaan yang mengakibatkan cacat tetap total, sebagian ataupun meninggal dunia.
3.      Takaful Wisata dan Perjalanan
Program ini ditujukan bagi biro perjalanan dan wisata/travel yang ingin memberikan perlindungan kepada pesertanya apabila terjadi musibah kecelakaan yang mengakibatkan cacat total tetap maupun sebagian, meninggal selama melakukan perjalanan baik dalam maupun luar negeri.
4.      Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan
Suatu bentuk perlindungan yang ditujuakan untuk perusahaan, organisasi atau perkumpulan yang ingin menyediakan santunan kepada karyawannya.
5.      Takaful Afajlis Talim
Suatu bentuk perlindungan bagi majlis talim yang ingin menyediakan santunan untuk ahli waris jama'ah apabila yang bersangkutan meninggal dalam masa perjanjian.
6.      Takaful Pembiayaan
Suatu bentuk perlindungan kumpulan, yaitu bcrupa jaminan pelunasan hutang apabila yang bersangkutan ditakdirkan meninggal dalam masa perjanjian.
c.       Takaful Umum[53]
1.      Takaful Kebakaran
Suatu bentuk perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan akibat terjadinya kebakaran yang disebabkan percikan api, sambaran petir, ledakan, dan kejatuhan pesawat terbang berikut resiko yang ditimbulkannya dan juga dapat diperluas dengan tambahan jaminan yang Lebih luas sesuai dengan kebutuhan.
2.      Takaful Kendaraan Bermotor
Suatu bentuk perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan atas kendaraan yang dipertanggungkanakibat terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan, baik sebagian maupun keseluruhan yang diakibatkan oleh kecelakaan atau tindak pencurian serta tanggung jawab hukum pihak ketiga.
3.      Takaful Rekayasa
Suatu bentuk perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan yang berkaitan dengan pekerjaan pembangunan beserta alat- alat berat, pemasangan konstruksi baja/mesin, dan akibat beroperasinya mesin produksi serta tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga.


4.      Takaful Pengangkutan
Suatu bentuk perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan pada barang-barang, dan pengiriman uang sebagai akibat dari kecelakaan alat pengangkutan selama dalam perjalanan, baik melalui taut, darat, dan udara.
5.      Takaful Rangka Kapal
Suatu bentuk perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan pada rangka kapal dan mesin kapal akibat kecelakaan dan berbagai bahaya lainnya yang dialami.
6.      Takaful Aneka
Suatu bentuk perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan yang diakibatkan oleh resiko-resiko yang tak terduga atau tidak dapat diperhitungkan pada polis-polis takaful yang telah ada.


BAB III
Kesimpulan
Agar asuransi takaful yang berlandaskan syariah lslamiah dapat berjalan dan berkembang dalam masyarakat, maka asuransi takaful itu perlu dimasyarakatkan dan manajemennya hendaknya dilaksanakan dengan balk dan rapi, sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat luas. Masyarakat sebenarnya ingin bukti nyata mengenai suatu gagasan, ingin mendapat jaminan, ketenangan selama masih hidup dan ingin pula jaminan untuk anak turunan sesudah meninggal dunia.
Apabila asuransi takaful yang berlandaskan syariah Islamiah sudah dapat mewujudkan kehendak anggota masyarakat, maka menurut All Hasan dalam bukunya Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan. Orang yang senang bergelimang dengan hal-hal yang syubhat dan dihadapkan pada ketentuan hukum yang bertolak belakang, akan berkurang ataupun balikan akan hilang sama sekali.
Intinya telah terdapat alternatif bentuk asuransi yang sesuai dengan syari'at Islam yang sekarang dikenal dengan asuransi at-Takaful. Di Indonesia jenis asuransi Takaful ini sudah berdiri sejak tahun 1994. Kini telah banyak perusahaan asuransi konvensional yang membuka cabang syariah yang mem peraktikkan prinsip-prinsip Hukum Islam. Majelis Ulama Indonesia pada tanggal16 Desember tahun 2003 telah mengeluarkan fatwa haramnya bunga yang ditarik oleh perusahaan asuransi yang mengelola dana premi melalui deposito di bank konvensional. Untuk mendukung penerapan operasional asuransi syariah di Indonesia, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI telah mengeluarkan fatwa No. 21/ DSN MUI / X / 2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.


DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Dahlan, et al, ed. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : lkhtiar Baru Van Hoeve, 2000.
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 4, diterjemahkan oleh Soeroyo dan Nastangin, Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1996.
AM Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, & Praktis, Jakarta : Kencana, 2004
. ________________, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003.
A.Kashmir, Lembaga Keuangan Non Bank, Jakarta: Raja Grafindo, 2000.
Fathurrahman Djamil, Metode ljtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta Logos, 1995
Fakhruddin Muhammad ar-Razi, Tafsir al-Kabir, Bulaq:1872
Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2005
All Yafie, Asuransi dalam Pandangan Svariat Islam, Menggagas Fiqh Sosial, Bandung : Mizan, 1994 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta : Haji Masagung, 1989
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik : Upaya Menghilangkan Gharar, Maisyir, dan Riba, Jakarta : Gema Insani Press, 2005
Muhammad Nejatullah Siddiqi, Asuransi di dalam Islam, Bandung : Pustaka, 1987
________________, Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil dalam Hukum Islam, (Penerj. Fakhriyah Mumtihani), Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1996.
M. Syafi' i Antonio, Asuransi dalam Perspektif Islam, Jakarta : STI, 1994.
 ________________, Prinsip Dasar Asuransi Takaful, dalam Arbitrase Islam di Indonesia, Jakarta : BAMI, 1994.
M. Muhsin Khan, The Translation of The Meaning's of Sahih al-Bukhari, Lahore : Kazi Publication, 1979
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, Jakarta : Gema lnsani Press, 2004.
Mustafa Ahmad az-Zarqa, al-Madkhal al-Fiqh al-'Am, Juz I, (Beirut : Dar al-Fikr, 1968).
Sofiniyah Ghufron (penyunting), Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah : Sistem Operasional Asuransi Syariah, Jakarta : Renaisan, 2005
Sri Nurhayati&Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2012
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997.
Wirdyaningsih, ed., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2005




[1] Hal ini tersirat dalam wujud pentasyri'atan zakat dalam rukun Islam, yang secara tidak langsung mcrupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari konsep pertanggungan dalam Islam. Institusi zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim, disamping bernuansa ta'abbudi juga merupakan aspek yang berdimensi sosial yaitu mempunyai tujuan utama dalam bentuk social oriented
[2] AM Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis. & Praktis, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 55
[3] Islamisasi ilmu pengetahuan adalah suatu proses pemberian nilai-nilai keislaman pada ilmu pengetahuan. Walaupun pada dasarnya ilmu pengetahuan itu mempunyai sifat obyektif positif- universal, tetapi dalam perkembangannya diperlukan adanya tuntunan dari nilai-nilai Islam di dalamnya agar terjadi sebuah tatanan kehidupan yang Islami. Sehingga lahirlah istilah ekonomika Islami, hukum Islami, politik Islami, sebagai wujud dari hasil kerja keras Islamisasi terhadap ilmu pengetahuan.
[4] Ali Yafie, Asuransi dalam Pandangan Syariat Islam, Menggagas Fiqh Sosial, (Bandung: Mizan, 1994), hal. 205-206.
[5] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 307
[6] Sofiniyah Ghufron (penyunting), Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah: Sistem Operasional Asuransi Syariah, (Jakarta : Renaisan, 2005), hal.17
[7] Salim Segaf al-Jufri dalam Muhammad Syakir Sula. Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional. Cet. 1 (Jakarta; Gema Insani Press, 2004), hal. 28
[8] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema lnsani Press, 2004), hal. 28.
[9] Abdul Aziz Dahlan, et al, ed. Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), hal. 138.
[10] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah…, hal. 29.
[11] Muhaimin lqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik Upaya menghilangkan Gharar, Maisir, dan Riba. (Jakarta: Gema Insani Press, 2005 ), hal. 2.
[12] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah…., hal. 32.
[13] AM Masan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam...., hal. 62.
[14] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah…., hal. 33.
[15] Abdul Aziz Dahlan, et al, ed. Ensiklopedi...., hal. 1628.
[16] Widyaningsih, ed., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005), hal. 223- 224.
[17] Ibid, hal. 224.
[18] AM Hasan Ali, Asuransi datum Perspektif Hukum Islam...., hal. 67-68. dan Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah...., hal. 31.
[19] Ibid
[20] Lihat M. Muhsin Khan, The Translation of The Meaning's of Sahih al-Bukhari, (Lahore : Kazi Publication, 1979 ), hal. 34 yang disarikan oleh Hasan Ali dalam Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, hal. 68-69.
[21] Wirdyaningsih, ed., Bank dan Asuransi Islam…, hal. 224.
[22] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, jilid 4, diterjemahkan oleh Soeroyo dan Nastangin. (Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, I996), hal. 44.
[23] Wirdyaningsih, ed., Bank dan Asuransi Islam…., hal. 226-227.
[24] Sri Nurhayati&Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2012), h. 4
[25] Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 140
[26] Sesuai dengan fungsi lembaga keuangan yang diutarakan etc. Kashmir. Lihat A.Kashmir, Lembaga Keuangan Non Bank, (Jakarta: Raja Gratindo, 2000), hal. 5.
[27] lstilah DNA-Chromosom pertama kali dipakai oleh Murasa Sarkaniputra dalam menjelaskan unsur pembentuk utama ekonomi Islam, yaitu; Prinsip profit and loss sharing (berbagi atas untung dan rugi), komoditi yang halal dan thayib, serta instrumen zakat. Lihat Murasa Sarkaniputra, Peran Zakat dan Kebutuhan Dasar dari As-Syatibi dalam menentukan Pembagian Pendapatan Fungsional, Makalah Seminar di Bank Indonesia, 2001. Lihat juga pada footnote no.54 dalam AM Masan Ali, Asuransi dalam Perspekif Hukum Islam..., hal. 128.
[28] Dalam beberapa hal, mudharabah adalah bagian dari musyarakah (syirkah), sebagai pembedanya adalah penempatan modal (dana) antara kedua pihak yang terikat kerja sama. Dalam mudharabah, kewajiban untuk menempatkan modal hanya dilakukan oleh satu pihak yang disebut denean shahib al-maal (pemilik modal), sedangkan pihak lain menempati posisi sebagai mudharib (pengusaha) yang menginvestasikan dana pemilik modal, sedang keuntungannya dibagi sesuai dengan nisbah kesepakatan akad. Sedangkan syirkah (musyarakah) terbentuk dari penempatan modal bersama antara kedua belah pihak, dan keuntungannya dibagi sesuai dengan jumlah modal (dana) yang discrtakan. Lihat Muhammad Nejatullah Siddiqi, Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil dalam Hukum Islam, (Penerj. Fakhriyah Mumtihani), (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Vasa. 1996).
[29] Pembagian profit (keuntungan) dilaksanakan sctelah dikurangi oleh biaya operasional (cost).
[30] Wahbah al-Zuhaili, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Mesir : Dar al-Fikr, 1409 H)., h. 677709. Disarikan oleh AM Hasan All dalam Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam...., h. 132
[31] Fakhruddin Muhammad ar-Razi, Tafsir al-Kabir, (Bulaq:1872)., h. 531. Disarikan oleh AM Masan All dalam Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam...., h. 132-133
[32] Mustafa Ahmad az-Zarqa, al-Madkhal al-Fiqh al-'Am, Juz I, (Beirut : Dar al-Fikr, 1968). Disarikan oleh AM Hasan All dalam Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam...., h. 134
[33] M. Syati'i Antonio, Prinsip Dasar Asuransi Takaful, dalam Arbitrase Islam di Indonesia, (Jakarta : BAM1, 1994). Lihat juga dalam AM Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam...., h. 134
[34] Wahbah al-Zuhaili, Fiqh al-Islam...., h. 435-437. Disarikan oleh AM Basun Ali dalam Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam...., h.134
[35] M. Syafi'i Antonio, Asuransi dalam Perspelaif Islam, (Jakarta : STI, I994)., h. 1-3
[36] Sofiniah Ghufron (penyunting), briefcase Book…, h.23
[37] Muhaimin lqbal, Asuransi Umum Syariah..., h. 25
[38] Sofiniyah Ghufron (penyuntine.), Briefcase Book......, h. 24
[39] Ibid., h. 25
[40] Muhaimin lqbak Asuransi Umum Syariah...,h. 26
[41] M. Syati'i Antonio, Prinsip Dasar Asuransi Takcifid...., h. 147-149
[42] Muhammad Nejatullah Siddiqi, Asuransi di dalam Islam, (Bandung : Pustaka, I987)., h. 41
[43] Lihat M Hasan Ali, Asuransi dalam Perspekif Hukum Islam...., h. 11-12
[44] Muhaimin igbal, Asuransi Umum Syariah...., h. 154
[45] Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Muhaimin lqbal, Ibid., h. 151-153
[46] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah…., h. 638
[47] Ibid, h. 644 dan Sofiniyah Ghufron (penyunting), Briefcase Book......, h.35
[48] Ibid., h. 641 dan Ibid., h. 38
[49] Ibid.h. 646 dan Ibid.., h.42
[50] Ibid, h. 648
[51] Ibid.. h. 650-651 dan Sofiniyah Ghufron (penyunting), Briefcase Book...., h. 46-49
[52] Sofiniyah Ghufron (penyunting), Briefcase Book......, h. 49-54
[53] Ibid., h. 55-58

1 komentar:

  1. Play Casino Review: Risk-Free Bet No Deposit on Dream
    Welcome air jordan 18 retro men red online free shipping Bonus Details. No Deposit Free air jordan 18 retro red suede cheap Bets Available · Betting Terms · Wagering Requirements where can you buy air jordan 18 retro yellow suede · Player Support air jordan 18 retro yellow shipping · Minimum Deposit – air jordan 18 retro toro mens sneakers outlet £/€ 5 · Player

    BalasHapus